Rabu, 14 Juni 2017

Ilmu Sosial Dasar# Toleransi yang harus dibangun di Indonesia

Toleransi yang harus di bangun di Indonesia
Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari beragam jenis budaya dan agama. Oleh karena itu sikap toleransi harus dimiliki masyarakatnya untuk menghindari timbulnya potensi konflik. Salah satu konflik yang akhir akhir ini marak terjadi di Indonesia adalah konflik agama.
Sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia telah mengungkapkan betapa besarnya kontribusi agama dalam perjuangan kemerdekaan, dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Banyak pahlawan yang terlahir dan turut berjuang karena panggilan agamanya.
Agama di Indonesia memiliki posisi yang terhormat, dan indonesia menanamkan karakter saling menghormati dalam kehidupannya lewat budaya dan agamanya. Namun ironisnya, konflik yang mengatasnamakan agama mulai timbul di Indonesia, dan meningkat tajam dengan semakin berkembangnya gerakan ekstremis agama di Indonesia.
Tidak melihat ras atau agama siapapun menginginkan perdamaian, namun tidaklah mudah untuk mewujudkan perdamaian. Karena itu manusia harus tekun memperjuangkan perdamaian, dan perjuangan perdamaian mestinya nir kekerasan. Esai ini akan membahas tentang peran agama membentuk pemuda toleran dalam memelihara perdamaian.
Perdamaian tidak akan bisa dicapai secara instan. Untuk mencapainya perlu perkembangan dan proses berkelanjutan. Tanpa adanya perdamaian, kesejahteraan masyarakat dalam bidang ekonomi dan politik tidak mungkin tercapai. Hal ini dikarenakan tidak adanya sikap toleransi yang memungkinkan keharmonisan dan kerjasama sosial antar masyarakatnya.
Toleransi sendiri adalah menghargai perbedaan dan kemampuan untuk hidup dan membiarkan orang lain hidup dengan hidupnya. Toleransi merupakan kemampuan untuk memberikan sikap yang objektif dan adil pada pendapat, prilaku, ras, dan agama yang berbeda. Bukan hanya sekedar tidak memperdulikan perbedaan, toleransi lebih mengarahkan manusia untuk menunjukan rasa hormat pada perbedaan tiap tiap manusia.
Toleransi merupakan salah satu kunci utama dalam memelihara perdamaian dan menjauhi konflik dalam kehidupan bermasyarakat  (Yusuf, 2013). Dengan adanya toleransi bahkan ketika ada konflik, kelompok yang berkonflik akan menahan rasa sakit masa lalu dan menyelesaikan perbedaan secara damai. Perpecahan dan konflik pasti akan terlahir tanpa adanya sikap toleransi.
Pada dasarnya, manusia diciptakan dengan berbagai macam perbedaan. Lokasi hidup, agama yang dianut, pendidikan, keadaan sosial akan membentuk karakter dan nilai- nilai yang di miliki seseorang. Nilai nilai hidup yang berbeda sangat rentan menimbulkan sebuah kesalahpahaman dalam komunikasi tanpa adanya toleransi akan perbedaan. Hanya dengan rasa saling percaya masyarakat dapat membangun perdamaian.
Rasa saling percaya harus dibangun dengan pendidikan karakter yang mendukung rasa pengertian, toleransi, saling hormat, dan komunikasi. Bibit bibit perdamaian dan toleransi beragama ini harus ditanamkan sejak dini didalam diri anak anak, agar generasi penerus bangsa yang terbentuk adalah generasi cinta damai.
Generasi cinta damai terdiri dari sumber daya manusia dengan rasa toleransi yang tinggi yang dibentuk dengan pendidikan dan pembentukan karakter yang baik. Karakter yang harus ditanamkan pada generasi penerus antara lain hidup dalam damai dan kepedulian, kesadaran untuk menolak segala bentuk kekerasan dan pelanggaran HAM, kemampuan berbagi dan menghormati. keterbukaan dan komunikasi, serta toleransi akan perbedaan baik etnis, budaya, dan agama.
Penanaman benih benih toleransi ini dapat dilakukan dengan beragam aktivitas seperti drama, nyanyian, puisi, proyek, dan peningkatan kesadaran seseorang dalam hal perbedaan nilai budaya dan agama secara lokal, nasional, dan global.
Sikap perdamaian dan persaudaraan dalam menghargai hak-hak asasi manusia harus juga ditegakkan untuk mencapai persatuan dan kesatuan umat manusia. Sebab persatuan yang kuat akan menimbul-kan kekuatan dan menghindari kehinaan dan kelemahan (Supriyanto, 2013)

Semakin sering generasi muda ditempa dan di didik akan gambaran positif, serta keunikan nilai budaya dan agama lain, semakin sulit mereka untuk mencari kesalahan orang lain, sehingga menumbuhkan rasa toleransi  dan saling menghormati diantara mereka. Ketika setiap orang saling menghormati dan menjunjung tinggi satu sama lain, mereka dapat hidup dan bekerja sama demi kesejahteraan bersama.

Sabtu, 03 Juni 2017

Ilmu Sosial Dasar# Tokoh Pahlawan Indonesia

KH. Agus Salim

Haji Agus Salim (lahir dengan nama Mashudul Haq (berarti "pembela kebenaran"); lahir di Koto Gadang, Agam, Sumatera Barat, Hindia Belanda, 8 Oktober 1884 – meninggal di Jakarta, Indonesia, 4 November 1954 pada umur 70 tahun) adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia. Haji Agus Salim ditetapkan sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 27 Desember 1961 melalui Keppres nomor 657 tahun 1961.
Agus Salim lahir dari pasangan Soetan Salim gelar Soetan Mohamad Salim dan Siti Zainab. Jabatan terakhir ayahnya adalah Jaksa Kepala di Pengadilan Tinggi Riau.
Pendidikan dasar ditempuh di Europeesche Lagere School (ELS), sekolah khusus anak-anak Eropa, kemudian dilanjutkan ke Hoogere Burgerschool (HBS) di Batavia. Ketika lulus, ia berhasil menjadi lulusan terbaik di HBS se-Hindia Belanda.
Setelah lulus, Salim bekerja sebagai penerjemah dan pembantu notaris pada sebuah kongsi pertambangan di Indragiri. Pada tahun 1906, Salim berangkat ke Jeddah, Arab Saudi untuk bekerja di Konsulat Belanda di sana. Pada periode inilah Salim berguru pada Syeh Ahmad Khatib, yang masih merupakan pamannya.
Salim kemudian terjun ke dunia jurnalistik sejak tahun 1915 di Harian Neratja sebagai Redaktur II. Setelah itu diangkat menjadi Ketua Redaksi. Menikah dengan Zaenatun Nahar dan dikaruniai 8 orang anak. Kegiatannya dalam bidang jurnalistik terus berlangsung hingga akhirnya menjadi Pemimpin Harian Hindia Baroe di Jakarta. Kemudian mendirikan Suratkabar Fadjar Asia. Dan selanjutnya sebagai Redaktur Harian Moestika di Yogyakarta dan membuka kantor Advies en Informatie Bureau Penerangan Oemoem (AIPO). Bersamaan dengan itu Agus Salim terjun dalam dunia politik sebagai pemimpin Sarekat Islam.
Di antara tahun 1946-1950 ia laksana bintang cemerlang dalam pergolakan politik Indonesia, sehingga kerap kali digelari "Orang Tua Besar" (The Grand Old Man). Ia pun pernah menjabat Menteri Luar Negeri RI pada kabinet Presidentil dan pada tahun 1950 sampai akhir hayatnya dipercaya sebagai Penasehat Menteri Luar Negeri.
Pada tahun 1952, ia menjabat Ketua di Dewan Kehormatan PWI. Biarpun penanya tajam dan kritikannya pedas namun Haji Agus Salim dikenal masih menghormati batas-batas dan menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik.
Setelah mengundurkan diri dari dunia politik, pada tahun 1953 ia mengarang buku dengan judul Bagaimana Takdir, Tawakal dan Tauchid harus dipahamkan? yang lalu diperbaiki menjadi Keterangan Filsafat Tentang Tauchid, Takdir dan Tawakal.
Ia meninggal dunia pada 4 November 1954 di RSU Jakarta dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta. Namanya kini diabadikan untuk stadion sepak bola di Padang.